Assalamu'alaikum,Wr. Wb.
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
« مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ »
« نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ »
« مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ »
Al Muhallab mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil tentang wajibnya memotong segala perantara yang menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal ini adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berlindung dari hutang dan hutang sendiri dapat mengantarkan pada dusta.” (Syarh Ibnu Baththol, 12/37)
Adapun hutang yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung darinya adalah tiga bentuk hutang:
[1] Hutang yang dibelanjakan untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah dan dia tidak memiliki jalan keluar untuk melunasi hutang tersebut.
[2] Berhutang bukan pada hal yang terlarang, namun dia tidak memiliki cara untuk melunasinya. Orang seperti ini sama saja menghancurkan harta saudaranya.
[3] Berhutang namun dia berniat tidak akan melunasinya. Orang seperti ini berarti telah bermaksiat kepada Rabbnya.
Orang-orang semacam inilah yang apabila berhutang lalu berjanji ingin melunasinya, namun dia mengingkari janji tersebut. Dan orang-orang semacam inilah yang ketika berkata akan berdusta. (Syarh Ibnu Baththol, 12/38)
Itulah sikap jelek orang yang berhutang sering berbohong dan berdusta. Semoga kita dijauhkan dari sikap jelek ini.
Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar hutang. Ketika dia mampu, dia langsung melunasinya atau melunasi sebagiannya jika dia tidak mampu melunasi seluruhnya. Sikap seperti inilah yang akan menimbulkan hubungan baik antara orang yang berhutang dan yang memberi hutangan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Bismillahirrahmaanirrahiim...
Di dalam
kehidupan sehari-hari ini, kebanyakan manusia tidak terlepas dari yang namanya
hutang piutang. Sebab di antara mereka ada yang membutuhkan dan ada pula yang
dibutuhkan. Demikianlah keadaan manusia sebagaimana Allah tetapkan, ada yang
dilapangkan rezekinya hingga berlimpah ruah dan ada pula yang dipersempit
rezekinya, tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya sehingga mendorongnya
dengan terpaksa untuk berhutang atau mencari pinjaman dari orang-orang yang
dipandang mampu dan bersedia memberinya pinjaman.
Islam
memotivasi agar transaksi utang yang dilakukan di tengah masyarakat dicatat.
Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ
أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ
الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan Hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mendektekan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun dari hutangnya.(QS. al-Baqarah: 282).
Secara
tekstual, ayat ini di atas berisi perintah untuk menulis utang yang dilakukan
manusia. Hanya saja ulama berbeda pendapat dalam memahami perintah ini, apakah
menunjukkan wajib, ataukah hanya anjuran.
Pertama, madzhab dzahiriyah, ayat ini menjadi
dalil wajibnya menulis transaksi utang piutang yang pelunasannya tertunda. Ibnu
Hazm adz-Dzahiri mengatakan,
فإن كان القرض إلى أجل،
ففرض عليهما أن يكتباه وأن يشهدا عليه عدلين فصاعدا أو رجلا وامرأتين، عدولا فصاعدا.
فإن كان ذلك في سفر ولم يجدا كاتبا فإن شاء الذي له الدين أن يرتهن به رهنا فله
ذلك
Jika
utang ditangguhkan pelunasannya, maka wajib bagi keduanya untuk menuliskannya
dan mencari saksi dua orang atau lebih atau seorang lelaki dengan dua wanita
yang adil, atau lebih. Jika dia dalam safar, dan tidak menemukan orang yang
mencatat, jika mau, orang yang berutang bisa menggadaikan sesuatu. (al-Muhalla,
6/351)
Kedua, mayoritas ulama dari kalangan
hanafiyah, malikiyah, syafiiyah, dan hambali, berpendapat bahwa mencatat
transaksi utang menghadirkan saksi ketika transaksi, hukumnya tidak wajib.
Sementara perintah dalam ayat sifatnya bimbingan agar manusia lebih hati-hati
dan lebih yakin dalam melakukan muamalah dengan orang lain, terutama masalah
utang. Sehingga statusnya bukan perintah yang wajib dikerjakan.
PERINGATAN KERAS TENTANG HUTANG:
1. Rasulullah menolak untuk menshalatkan
jenazah yang memiliki hutang
Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata:
Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)
Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)
2. Dosa Hutang Tidak Akan Terampuni Walaupun
Mati Syahid
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
“Akan
diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR.
Muslim III/1502 no.1886, dari Abdullah
bin Amr bin Ash ).
3. mati dengan menanggung hutang,
penghalang masuk surga
Diriwayatkan
dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, dari Rasulullah SAW, bahwa Beliau
bersabda:
« مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ »
“Barangsiapa
yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal,
niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan
(ketiga) dari tanggungan hutang.” (HR. Ibnu Majah II/806 no:
2412, dan At-Tirmidzi IV/138 no: 1573.).
4. Urusan Orang yang Berhutang Masih
Menggantung
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ »
“Jiwa
orang mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi.” (HR.
Ibnu Majah II/806 no.2413, dan
At-Tirmidzi III/389 no.1078.).
5. Mati
Dalam Keadaan Masih Membawa Hutang, Kebaikannya Sebagai Ganti
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ »
“Barangsiapa
meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu Dinar atau satu Dirham,
maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya; karena di sana tidak ada
lagi Dinar dan tidak (pula) Dirham.” (HR. Ibnu Majah II/807 no:
2414.).
6. Orang yang Berniat Tidak Mau Melunasi
Hutang Akan Dihukumi Sebagai Pencuri
Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا رَجُلٍ
يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ
سَارِقًا
“Siapa saja
yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah
(pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih)
Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka.” (Faidul Qodir, 3/181)
Ibnu Majah membawakan hadits di atas pada Bab “Barangsiapa berhutang dan berniat tidak ingin melunasinya.”
Ibnu Majah juga membawakan riwayat lainnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka.” (Faidul Qodir, 3/181)
Ibnu Majah membawakan hadits di atas pada Bab “Barangsiapa berhutang dan berniat tidak ingin melunasinya.”
Ibnu Majah juga membawakan riwayat lainnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَخَذَ
أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Barangsiapa
yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah
juga akan menghancurkan dirinya.” (HR. Bukhari no. 18 dan Ibnu Majah no.
2411).
Di antara maksud hadits ini adalah barangsiapa
yang mengambil harta manusia melalui jalan hutang, lalu dia berniat tidak ingin
mengembalikan hutang tersebut, maka Allah pun akan menghancurkannya. Ya
Allah, lindungilah kami dari banyak berhutang dan enggan untuk melunasinya.
7. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Sering
Berlindung dari Berhutang Ketika Shalat
Bukhari membawakan dalam kitab shohihnya pada Bab “Siapa yang berlindung dari hutang”. Lalu beliau rahimahullah membawakan hadits dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Bukhari membawakan dalam kitab shohihnya pada Bab “Siapa yang berlindung dari hutang”. Lalu beliau rahimahullah membawakan hadits dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ يَدْعُو
فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ
وَالْمَغْرَمِ » . فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ مِنَ الْمَغْرَمِ قَالَ « إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ
وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
» .
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam):
ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung
kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).”
Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah hutang?” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397)
Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah hutang?” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397)
Al Muhallab mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil tentang wajibnya memotong segala perantara yang menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal ini adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berlindung dari hutang dan hutang sendiri dapat mengantarkan pada dusta.” (Syarh Ibnu Baththol, 12/37)
Adapun hutang yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung darinya adalah tiga bentuk hutang:
[1] Hutang yang dibelanjakan untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah dan dia tidak memiliki jalan keluar untuk melunasi hutang tersebut.
[2] Berhutang bukan pada hal yang terlarang, namun dia tidak memiliki cara untuk melunasinya. Orang seperti ini sama saja menghancurkan harta saudaranya.
[3] Berhutang namun dia berniat tidak akan melunasinya. Orang seperti ini berarti telah bermaksiat kepada Rabbnya.
Orang-orang semacam inilah yang apabila berhutang lalu berjanji ingin melunasinya, namun dia mengingkari janji tersebut. Dan orang-orang semacam inilah yang ketika berkata akan berdusta. (Syarh Ibnu Baththol, 12/38)
Itulah sikap jelek orang yang berhutang sering berbohong dan berdusta. Semoga kita dijauhkan dari sikap jelek ini.
8. Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sering berlindung dari hutang ketika shalat?
Ibnul Qoyyim dalam Al Fawa’id (hal. 57, Darul Aqidah) mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan banyak hutang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.”
Inilah do’a yang seharusnya kita amalkan agar terlindung dari hutang: ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).
Ibnul Qoyyim dalam Al Fawa’id (hal. 57, Darul Aqidah) mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan banyak hutang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.”
Inilah do’a yang seharusnya kita amalkan agar terlindung dari hutang: ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).
9. Berbahagialah Orang yang Berniat Melunasi
Hutangnya
Ibnu Majah dalam sunannya membawakan dalam Bab “Siapa saja yang memiliki hutang dan dia berniat melunasinya.” Lalu beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah.
Ibnu Majah dalam sunannya membawakan dalam Bab “Siapa saja yang memiliki hutang dan dia berniat melunasinya.” Lalu beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah.
كَانَتْ تَدَّانُ
دَيْنًا فَقَالَ لَهَا بَعْضُ أَهْلِهَا لاَ تَفْعَلِى وَأَنْكَرَ ذَلِكَ
عَلَيْهَا قَالَتْ بَلَى إِنِّى سَمِعْتُ نَبِيِّى وَخَلِيلِى -صلى الله عليه
وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ
أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا ».
Dulu Maimunah
ingin berhutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu
lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut.
Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang muslim memiliki hutang
dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi hutang tersebut, maka
Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi hutang tersebut di dunia”. (HR.
Ibnu Majah no. 2399.)
Dari hadits ini ada pelajaran yang sangat berharga yaitu boleh saja kita berhutang, namun harus berniat untuk mengembalikannya. Perhatikanlah perkataan Maimunah di atas.
Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari hadits ini ada pelajaran yang sangat berharga yaitu boleh saja kita berhutang, namun harus berniat untuk mengembalikannya. Perhatikanlah perkataan Maimunah di atas.
Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ
مَعَ الدَّائِنِ حَتَّى يَقْضِىَ دَيْنَهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِيمَا يَكْرَهُ
اللَّهُ
“Allah akan
bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi
hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah
sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 2400.)
Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar hutang. Ketika dia mampu, dia langsung melunasinya atau melunasi sebagiannya jika dia tidak mampu melunasi seluruhnya. Sikap seperti inilah yang akan menimbulkan hubungan baik antara orang yang berhutang dan yang memberi hutangan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
“Sesungguhnya
yang paling di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.”
(HR. Bukhari no. 2393)
Sebagai muslim kita harus memperhatikan hal
diatas apalagi ancaman tidak membayar hutang bukan hanya dirasakan di dunia
akan tetapi diakhirat. Mudah mudahan kita semua termasuk kedalam golongan yang
selalu melunasi hutang...
Wallahu a’lam bi ash shawab...
0 komentar:
Posting Komentar