السلام
عليكم ورحمة الله وبر كا تة
Pada dasarnya
segala yang kita lakukan di dunia ini kesemuanya memiliki aturan, dalam Islam
semua sudah di contohkan dan diatur didalam Al-Qur'an dan di jelaskan melaui
hadits Nabi, sehingga hal sekecil apapun di dalam Islam selalu ada cara untuk
menyikapi dan melaksanakannya.
berikut ini
adalah sikap yang harus kita lakukan ketika kita sedang shalat, lalu orang tua
kita memanggil, apa yang harus kita lakukan???????bagai mana cara
menyikapinya????
apakah harus
membatalkan shalat yg sedang kita lakukan????
ternyata hal
sedemikian sudah terjadi di zaman Rasulullah saw, berikut kisahnya..
Dari Abu Hurairah, ia berkata, ”Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا تَكَلَّمَ مَوْلُوْدٌ مِنَ النَّاسِ فِي مَهْدٍ
إِلاَّ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ [وَسَلَّمَ] وَصَاحِبُ
جُرِيْجٍ” قِيْلَ: يَا نَبِيَّ اللهِ! وَمَا صَاحِبُ جُرَيْجٍ؟ قَالَ: “فَإِنَّ
جُرَيْجًا كَانَ رَجُلاً رَاهِباً فِي صَوْمَعَةٍ لَهُ، وَكَانَ رَاعِيُ بَقَرٍ
يَأْوِي إِلَى أَسْفَلِ صَوْمَعَتِهِ، وَكَانَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْقَرْيَةِ
تَخْتَلِفُ إِلَى الرَّاعِي، فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا فَقَالَتْ: يَا جُرَيْجُ!
وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ يُصَلِّي – أُمِّي وَصَلاَتِي؟
فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ، فَقَالَ فِي
نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ صَرَخَتْ
بِهِ الثَالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ.
فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ! حَتىَّ
تَنْظُرَ فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ. ثُمَّ انْصَرَفَتْ فَأُتِيَ الْمَلِكُ
بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ وَلَدَتْ. فَقَالَ: مِمَّنْ؟ قَالَتْ: مِنْ جُرَيْجٍ. قَالَ:
أَصَاحِبُ الصَّوْمَعَةِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: اِهْدَمُوا صَوْمَعَتَهُ
وَأْتُوْنِي بِهِ، فَضَرَبُوْا صَوْمَعَتَهُ بِالْفُئُوْسِ، حَتىَّ وَقَعَتْ.
فَجَعَلُوْا يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ بِحَبْلٍ؛ ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِ، فَمَرَّ بِهِ
عَلَى الْمُوْمِسَاتِ، فَرَآهُنَّ فَتَبَسَّمَ، وَهُنَّ يَنْظُرْنَ إِلَيْهِ فِي
النَّاسِ. فَقَالَ الْمَلِكُ: مَا تَزْعُمُ هَذِهِ؟ قَالَ: مَا تَزْعُمُ؟ قَالَ:
تَزْعُمُ أَنَّ وَلَدَهَا مِنْكَ. قَالَ: أَنْتِ تَزْعَمِيْنَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ.
قَالَ: أَيْنَ هَذَا الصَّغِيْرُ؟ قَالُوْا: هَذَا فِي حُجْرِهَا، فَأَقْبَلَ
عَلَيْهِ. فَقَالَ: مَنْ أَبُوْكَ؟ قَالَ: رَاعِي الْبَقَرِ. قَالَ الْمَلِكُ:
أَنَجْعَلُ صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: مِنْ فِضَّةٍ؟ قَالَ:
لاَ. قَالَ: فَمَا نَجْعَلُهَا؟ قَالَ: رَدُّوْهَا كَمَا كَانَتْ. قَالَ: فَمَا
الَّذِي تَبَسَّمْتَ؟ قَالَ: أَمْراً عَرَفْتُهُ، أَدْرَكَتْنِى دَعْوَةُ أُمِّي،
ثُمَّ أَخْبَرَهُمْ
“Tidak ada bayi yang dapat berbicara dalam buaian
kecuali Isa bin Maryam dan (bayi di masa) Juraij” Lalu ada yang bertanya,”Wahai
Rasulullah siapakah Juraij?” Beliau lalu bersabda, ”Juraij adalah seorang rahib
yang berdiam diri pada rumah peribadatannya (yang terletak di dataran
tinggi/gunung). Terdapat seorang penggembala yang menggembalakan sapinya di
lereng gunung tempat peribadatannya dan seorang wanita dari suatu desa menemui
penggembala itu (untuk berbuat mesum dengannya).
(Suatu ketika) datanglah ibu
Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat,
”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi
panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya.
Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya. Juraij kembali bertanya
di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya.
Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku
atau shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak
menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai
Juraij sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur.” Lalu ibunya
pun pergi meninggalkannya.
Wanita yang menemui penggembala tadi dibawa menghadap
raja dalam keadaan telah melahirkan seorang anak. Raja itu bertanya kepada
wanita tersebut, ”Hasil dari (hubungan dengan) siapa (anak ini)?” “Dari
Juraij”, jawab wanita itu. Raja lalu bertanya lagi, “Apakah dia yang tinggal di
tempat peribadatan itu?” “Benar”, jawab wanita itu. Raja berkata, ”Hancurkan
rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.” Orang-orang lalu menghancurkan
tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan mengikatkan tangannya di
lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap raja. Di tengah perjalanan
Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur. Ketika melihatnya Juraij
tersenyum dan para pelacur tersebut melihat Juraij yang berada di antara
manusia.
Raja lalu bertanya padanya, “Siapa ini menurutmu?”
Juraij balik bertanya, “Siapa yang engkau maksud?” Raja berkata, “Dia (wanita
tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu.” Juraij bertanya,
“Apakah engkau telah berkata begitu?” “Benar”, jawab wanita itu. Juraij lalu
bertanya, ”Di mana bayi itu?” Orang-orang lalu menjawab, “(Itu) di pangkuan
(ibu)nya.” Juraij lalu menemuinya dan bertanya pada bayi itu, ”Siapa ayahmu?”
Bayi itu menjawab, “Ayahku si penggembala sapi.”
Kontan sang raja berkata, “Apakah perlu kami bangun
kembali rumah ibadahmu dengan bahan dari emas?” Juraij menjawab, “Tidak perlu”.
“Ataukah dari perak?” lanjut sang raja. “Jangan”, jawab Juraij. “Lalu dari apa
kami akan bangun rumah ibadahmu?”, tanya sang raja. Juraij menjawab, “Bangunlah
seperti sedia kala.” Raja lalu bertanya, “Mengapa engkau tersenyum?” Juraij
menjawab, “(Saya tertawa) karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu
terkabulnya do’a ibuku terhadap diriku.” Kemudian Juraij pun memberitahukan hal
itu kepada mereka.”
(Disebutkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod)
[Dikeluarkan pula oleh Bukhari: 60-Kitab Al Anbiyaa, 48-Bab ”Wadzkur fil kitabi
Maryam”. Muslim: 45-Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab, hal. 7-8]
apabila
difahami dari hadits diatas maka kita di hadapkan kepada pilihan untuk
membatalkan shalat yang kita lakukan demi untuk memenuhi panggilan orang tua
kita, akan tetapi tidak sesederhana itu, tidakan yang kita lakukan berbeda
antara shalat wajib/fardhu dengan shalat sunnah.
lalu bagaimana
jika sedang shalat wajib/fardhu lalu orang tua kita memanggil????
dan bagaimana
jika sedang shalat sunnah lalu orang tua kita memanggil????
berikut ini
adalah penjelasannya:
jika yang kita
laksanakan adalah shalat fardhu maka kita "tidak boleh"
membatalkan shalat.
kecuali dalam
kondisi darat misalnya, terjadi kebakaran rumah, atau ada gempa bumi maka boleh
membatalkan shalat fardhu.
akan tetapi
apabila yang kita laksanakan adalah shalat sunnah maka kita
"boleh membatalkan" shalat yang kita laksanakan dengan
catatan
a) memberi isyarat
kepada orangtua bahwa kita sedang shalat. Caranya, dengan menguatkan bacaan
shalat dengan demikian maka orang tua kita akan mengerti bahwa kita sedang
melaksanakan shalat. jika dengan demikian orang tua kita dapat memaklumi kita,
maka kita boleh melanjutkan shalat atau tidak perlu menjawab panggilan.
b) apabila dengan
menggunakan isyarat namun orang tua kita tidak bisa memaklumi atau memahami
kita maka
(1) apabila kita
khawatir orang tua kita akan murka maka tindakan yang kita lakukan adalah
membatalkan shalat dan menjawab panggilan orang tua
(2) akan
tetapi Jika kita tidak khawatir orang tua kita akan murka maka kita boleh
memilih antara melanjutkan atau membatalkan shalat sunnah.
c) apabila orang
tua kita memahami isyarat kita akan tetapi beliau tetap menginginkan
kehadiran kita, maka yang harus kita lakukan adalah membatalkan shalat lalu
memenuhi panggilan mereka.
demikian,
semoga bermanfaat...
0 komentar:
Posting Komentar